Minggu, 16 September 2012

Radang Tenggorokan Tak Selalu Membutuhkan Antibiotik

Penyakit radang tenggorokan cukup sering dikeluhkan masyarakat. Di Amerika Serikat saja, setiap tahunnya sekitar 15 juta orang dilaporkan berobat ke dokter karena radang tenggorokan dan hampir 70 persennya mendapat antibiotik. Padahal, prosentase yang positif terkena bakteri strep hanya 20-30 persen pada anak-anak, dan 5-15 persen pada orang dewasa.

Kebanyakan orang langsung mencari antibiotik begitu merasakan gejala radang tenggorokan. Padahal, tidak semua radang tenggorokan disebabkan oleh bakteri, bisa juga disebabkan virus dan bisa sembuh dengan sendirinya.

Dalam panduan terbaru yang dikeluarkan the Infectious Disease Society of America pada 11 September lalu, disebutkan bahwa antibiotik hanya boleh diberikan untuk gejala radang tenggorokan bila sudah dipastikan oleh hasil suatu tes atau pemeriksaan tertentu.

Pasien yang dites positif strep (disebabkan oleh bakteri Streptococcus) akan diobati dengan penisilin atau amoksilin. Penggunaan antibiotik jenis azithromycin dan cephalosporin harus dihindari karena bakteri strep kini semakin kebal terhadap obat-obatan tersebut.

Anak-anak dan dewasa tidak perlu dites strep jika gejalanya disertai batuk, hidung berair, suara serak, atau nyeri mulut, karena itu semua adalah gejala kuat adanya infeksi virus di tenggorokan.

Radang tenggorokan yang disebabkan oleh strep memiliki gejala rasa nyeri yang mendadak, sakit saat menelan, dan tidak ada gejala demam seperti akan sakit flu.

Bila dokter mencurigai adanya strep, dokter disarankan untuk melakukan tes deteksi antigen yang hasilnya dapat dilihat segera. Jika hasil tes negatif, direkomendasikan melakukan pemeriksaan kultur tenggorokan terutama untuk anak dan remaja, namun tidak pada orang dewasa. Hal itu karena radang tenggorokan akibat strep jarang ditemukan pada anak usia tiga tahun atau lebih muda.

Dalam panduan itu juga tidak disarankan melakukan operasi pengangkatan tonsil (amandel) pada anak yang sering menderita radang tenggorokan, kecuali pada kasus khusus seperti anak mengalami kesulitan bernapas. Risiko operasi amandel dinilai lebih besar ketimbang manfaatnya.

Panduan tersebut memang tidak dimaksudkan untuk menggantikan keputusan dokter, tetapi bisa menjadi pertimbangan pasien dan disesuaikan dengan kondisi tiap individu.


Sumber : kompas.com